Minggu, 05 Juni 2011

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Macth Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MAN 1 Padang

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia karena pendidikan sangant diperlukan dalam kehidupan ini. Manusia adalah mahluk pemikir yang mempunyai tujuan hidup, dengan pendidikan yang tepat manusia bisa meraih cita-cita luhur dan jalan kebahagiaannya. Tentu saja pendidikan yang dimaksud adalah upaya pengembangan dan aktualisasi potensi internal manusia untuk mencapai tujuan ideal. Artinya, selama potensi tersembunyi manusia tidak teraktualisasikan, maka ia tidak akan bisa mencapai kesempurnaan.
Dalam era globalisasi dan pasar bebas, manusia dihadapkan kepada perubahan yang tidak menentu. Ibarat nelayan di lautan lepas yang dapat tersesat jika tidak memiliki kompas sebagai pedoman, maka seperti itulah manusia jika tidak memiliki bekal yang kuat dalam menghadapi tantangan zaman. Bekal tersebut dipersiapkan melalui pendidikan. Diperlukan adanya penataan terhadap sistem pendidikan secara menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Dengan demikian pendidikan itu sangatlah penting demi mencerdaskan bangsa, pendidikan juga dilakukan secara formal maupun non formal, akan tetapi yang sangat penting sekali adalah pendidikan formal seperti pendidikan yang dilakukan di sekolah atau pun perguruan tinggi. Di dalam pendidikan formal Salah satu mata pelajaran yang terdapat di sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah mata pelajaran Fisika. Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan bahkan saat ini pelajaran fisika juga sebagai salah satu mata pelajaran yang menentukan kelulusan siswa oleh karena itu mata pelajaran fisika harus terus ditingkatkan dan diminati oleh siswa. Karena pembelajaran fisika berkaitan erat dengan kejadian-kejadian alam. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Yunus ayat 5-6 sebagai berikut:









Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa. (QS. Yunus : 5-6)

Dari ayat di atas dapat dijelaskan bahwa pada penciptaan matahari dan bulan serta pertukaran malam dan siang, ini adalah kajian dalam ilmu fisika. Untuk itu pembelajaran fisika amatlah perlu diperhatikan dan ditingkatkan terus.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Misalnya dalam proses pembelajaran guru lebih bersifat satu arah dalam menjelaskan materi pelajaran sehingga siswa kurang tertatik dalam belajar, serta dalam proses pembelajaran siswa kurang mengembangkan kemampuan berfikir. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Khususnya mata pelajaran fisika yang pada umumnya ditakuti oleh siswa, mereka menganggap pelajaran fisika sangat sulit sehingga hasil belajar siswa sangat rendah, hal ini membuktikan siswa dalam mata pelajaran fisika tidak suka dan tidak faham apa yang diajarkan oleh gurunya.
Idealnya, pembelajaran fisika di sekolah sesuai dengan tutuntan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dalam tujuannya menginginkan dan mengupayakan agar pembelajaran fisika di sekolah diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan mesti melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran demi terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efesien. Penilaian dalam pembelajaran fisika haruslah mencakup sampai tiga aspek penilaian yaitu kognitif, afektif, psikomotor.
Bila dilihat di Madrasah Aliah Negeri 1 Padang hasil belajar fisika siswa masih jauh dari yang diharapkan, padahal guru telah melakukan berbagai usaha seperti melakukan pembelajaran dengan sistem diskusi, memberikan siswa ringkasan serta latihan-latihan dan sebagainya. Namun yang terlihat di lapangan, harapan tersebut belum terwujud. Hal ini terlihat pada nilai rata-rata ujian Semester 1 di MAN 1 Padang pada tahun ajaran 2009/2010 pada tabel 1.1 berikut ini :
Tabel 1.1. Nilai Rata-Rata Ujian Akhir Semester
No Kelas Nilai
1 X1 59,75
2 X2 55,6
3 X3 53,54
4 X4 57,65
(Sumber : Guru Bidang Studi Fisika MAN 1 Padang)
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai yang diperoleh oleh siswa masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 60,0. Hal ini menurut hasil wawancara penulis terhadap guru bidang studi fisika, di dalam proses pembelajaran guru tersebut sudah melakukan usaha-usaha seperti menggunakan berbagai metode, menggunakan media pengajaran, memberikan latihan-latihan, dan memberikan bahan ajar yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai kemudian pihak sekolah juga sudah melakukan usaha seperti menyediakan sarana dan prasarana untuk kebutuhan belajar namun hasilnya masih dibawah tujuan yang diharapkan. Hal ini dikarenakan selama proses pembelajaran di kelas siswa kurang berperan aktif, siswa yang pintar tidak peduli kepada temannya yang agak lambat, siswa yang agak lambat tidak memiliki kepercayaan diri, kebanyakan siswa hanya mencatat dan menerima saja materi yang disampaikan oleh gurunya, dan siswa jarang atau sama sekali tidak pernah dibentuk kelompok dalam belajar. Jika dibentuk kelompokpun siswa juga tidak mengetahui apa tugasnya dalam kelompok, siapa yang menulis soal, yang menjawab soal dan yang mempresentasikan hasilnya merka tidak tahu, sehinnga tujuan akhir dari diskusi itu tidak tercapai. Dengan demikian siswa tidak termotivasi untuk belajar, yang akhirnya mereka tidak mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelajaran fisika.
Melihat realita di atas, penulis berpendapat bahwa hal ini harus dicarikan solusinya. Karena jika masalah ini dibiarkan, maka hasil belajar fisika siswa akan mengalami penurunan. Hal ini akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia yang sangat rendah dan tidak bermutu. Dalam pembelajaran, tidak hanya seorang guru yang dituntut aktif dalam mengajar. Hal ini dikarenakan guru dan siswa tersebut merupakan pihak yang terlibat secara langsung didalamnya. Untuk itu siswa harus berperan aktif juga dalam pembelajaran, untuk menciptakan pembelajaran yang membuat siswa aktif haruslah sesuai metode pembelajaran yang digunakan.
Salah satu solusinya untuk mengatasi masalah di atas menurut penulis adalah guru mesti mencari strategi pembelajaran yang bisa mengaktifkan siswa selama pembelajaran berlangsung. Salah satu metode pembelajaran yang bisa mengaktifkan siswa serta dapat menyenangkan dalam belajar adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran Kooperatif tipe Make a macth (mencari pasangan). Pembelajaran dengan menggunakan strategi ini belum pernah diterapkan oleh guru yang mengajar fisika di sekolah tersebut. Dalam pembelajaran ini siswa berkerja sama dengan teman sekelompoknya kemudian siswa belajar sambil bermain sehingga siswa tidak jenuh atau monoton saja. Disini guru memberikan kartu kepada siswa yang berlainan warnanya yang berisikan suatu so’al kemudian siswa mencari pasangan yang sesuai dengan warna kartunya setelah berkumpul membentuk kelompok, masing-masing kelompok mencari jawaban yang ada pada kartu, setelah dapat jawabannya salah seorang dari masing-masing kelompok mempresentasikan jawabannya kedepan. Kelompok lain memberikan tanggapan atau pertanyaan. Dengan demikian siswa lebih senang dan mudah dalam memahami suatu permasalahan karna suatu permasalahan atau so’al diselesaikan secara bersama. Kelebihan lain dalam pembelajaran kooperatif tipe make a macth adalah siswa lebih bertanggung jawab dengan kelompoknya, saling berpacu dengan kelompok yang lain sehingga masing-masing kelompok harus mendapatkan nilai yang lebih baik, kelompok yang menyelesaikan so’al dengan baik kelompoknya mendapatkan penghargaan dari guru. Di dalam pembelajaran seperti ini juga siswa dapat mengembangkan aspek sosial yang lebih erat lagi antara sesama temannya, sehingga teman yang pintar lebih peduli lagi dengan temannya yang kurang pintar dalam menerima materi. Dengan demikian pembelajaran seperti ini dapat mengatasi masalah yang ada. Sehingga, hasil belajar siswa jauh lebih baik dibandingkan yang lalu.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul " Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MAN 1 Padang“. Dengan menggunakan strategi ini diharapkan akan tercipta keseriusan dan keaktifan siswa dalam belajar atau dengan strategi ini membantu mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga pada akhirnya proses belajar mengajar berhasil.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, adapun identifikasi masalahnya adalah :
1. Rendahnya hasil belajar siswa khususnya pelajaran fisika
2. Kurang bervariasi metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam mengajarkan dalam kelas.
3. Individualisme siswa yang sangat tinggi dalam proses pembelajaran
4. Siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran, sehingga siswa kurang aktif
5. Menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth.
C. Batasan Masalah
Penelitian yang dilakukan memiliki cakupan yang hanya meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Siswa yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa kelas X yang terdaftar pada tahun ajaran 2010/2011
2. Hasil yang diteliti pada ranah kognitif dan Afektif
3. Materi yang dibahas adalah Gelombang Elektromagnetik

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Terdapat Perbedaan yang Berarti Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Fisika untuk Konsep Gelombang Elektromagnetik melalui penerapan Pembelajaran Kooperatif tipe make a macth kelas X Semester II MAN 1 Padang.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan menerapkan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe make a macth dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas X MAN 1 Padang.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai acuan bagi guru dalam upaya mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, khususnya dalam mata pelajaran fisika.
2. Bahan pertimbangan bagi guru-guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Untuk menambah wawasan penulis dan menambah pengalaman praktik bagi peneliti.
4. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Fisika
Belajar merupakan suatu bentuk untuk melakukan perubahan pada diri seseorang yang setelah melakukan aktivitas pembelajaran. Aktivitasnya yang menyangkut unsur kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan itu tidak hanya pada pengetahuan akan tetapi perubahan dari prilaku, sikap, kebiasaan, dan lain-lain. Oleh karena itu apabila terjadi proses pembelajaran maka akan terjadi pula tingkah laku yang berbeda pada seseorang tersebut.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2006) pengertian belajar jika dilihat secara psikologi adalah :
"Suatu proses perubahan didalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan perkataan lain, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan."

Dari kalimat di atas kita dapat memahami, bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, terencana, terorganisir dengan baik dan berkelanjutan dengan tujuan untuk membentuk diri yang jauh lebih baik dari sebelumnya melalui suatu proses interaksi dengan lingkungan.

Syaiful (2003:38) menyatakan bahwa:
a. Belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
b. Anak belajar dari mengalami, bukan dibri begitu saja oleh guru.
c. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang suatu persoalan (Subject Matter).
d. Pengetahuan tidak bisa dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau preposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
e. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
f. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
g. Proses belajar dapat mengubah struktur otak, perubha struktur otak tersebut berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.

Dari proses di atas disimpulkan bahwa hakikat belajar yaitu suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan membangun pemahaman yang mendalam terhadap pengetahuan tersebut. Semua kegiatan belajar terpusat pada siswa, bukan pada guru. Guru dapat berperan sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa didalam pembelajaran. Selanjutnya, pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Pada dasarnya proses pembelajaran yang dilakukan oleh seseorang adalah untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang lebih baik dari pada orang yang tidak melakukan proses pembelajaran. Pada praktik mengajar di kelas tampak jelas bahwa siswa akan belajar seungguh-sungguh apabila pembelajarannya menarik dan menyenangkan. Apabila siswa senang , mereka akan belajar sendiri, bila mereka belajar dengan sungguh maka mereka akan menguasai konsep atau materi fisika dan lebih berkompeten dalam pelajaran fisika. Maka sangat penting bila guru fisika berusaha agar pembelajarannya menarik dan menyenagkan siswa.
Sebagai seorang guru sangat penting sekali komunikasi dengan siswa, karna dengan adanya komunikasi yang baik mereka saling membantu, siswa akan lebih senang dengan pelajaran yang diajarkan oleh gurunya. Untuk itu diharapkan guru fisika yang mampu menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, mengerti apa tujuaan pengajaran fisika, dapat mengorganisasikan pengajaran fisika, mengerti dengan keadaan siswa, dapat berkomunikasi dengan baik terhadap siswa dan menguasai berbagai metode.
Suatu proses pembelajaran itu dikatakan baik, bila proses tersebut bisa membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Adapun hasil pengajaran itu menurut Sudirman (2007 ; 49) dikatakan baik memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa.
2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli.
Fisika merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sains yang memiliki karakteristik sendiri dibandingkan dengan bidang ilmu yang lainnya. Proses pembelajaran sains fisika memiliki dua dimensi, yakni belajar materi sains dan bagaimana melakukan kegiatan sains. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003).
Disebutkan juga bahwasanya “Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri”(Permendiknas, No. 22, 2006).
Permendiknas, No. 23, (2006: 16) Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi dikembangkan berdasarkan tujuan dan cakupan muatan dan kegiatan setiap kelompok mata pelajaran. Pada pembelajaran Fisika yakni:
1. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
2. Memahami prinsip-prinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti, dan obyektif
3. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik, kekekalan energi, impuls, dan momentum
4. Mendeskripsikan prinsip dan konsep konservasi kalor sifat gas ideal, fluida dan perubahannya yang menyangkut hukum termodinamika serta penerapannya dalam mesin kalor
5. Menerapkan konsep dan prinsip optik dan gelombang dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi
6. Menerapkan konsep dan prinsip kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai masalah dan produk teknologi.

Mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir analitis, induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri (Depdiknas, 2003). Selain itu dijelaskan secara rinci fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika sebagai berikut:
a. Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup:
1. Jujur dan objektif terhadap data;
2. Terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu;
3. Ulet dan tidak cepat putus asa;
4. Kritis terhadap pernyataan ilmiah yang tidak mudah percaya tanpa ada dukungan hasil obserfasi empiris;
5. Dapat bekerja sama dengan orang lain;
c. Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang, merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, menafsirkan data, menyusun laporan, mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
d. Mengembangkan kemampuan berfikir analisis, induktif dan dedukatif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam serta menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
e. Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip Fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tingggi.
f. Membentuk sikap positif terhadap Fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan dan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan berbagai peristiwa alam serta keluasaan penerapan Fisika dalam teknologi.

Dari pendapat fungsi dan tujuan di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya mata pelajaran fisika membuat proses yang kontinu untuk menjadikan seorang siswa sebagai insan kamil dan terampil dalam menterjemahkan alam agar bernilai positif untuk kemandirian dirinya. Hal ini diupayakan agar diwujudkan siswa dengan melakukan pengamatan dan berinteraksi dengan dunia luar melalui kerja ilmiah dengan melakukan langkah-langkah metode ilmiah dengan memadukan antara keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi dalam pembelajaran.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kuran didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran dikelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran.
Salah satu strategi yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar mengajar adalah strategi pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan kelompok. Siswa diberi tugas dan mempunyai tanggung jawab yang sama besar untuk menuntaskan materi yang diberikan. Pembelajaran kooperatif ini tidak hanya mengembangkan peserta didik dari segi kognitif saja, melainkan dengan pembelajaran ini akan terciptanya rasa sosial yang tinggi. Setiap siswa harus saling membantu dan menciptakan kerja sama yang baik antara yang satu dengan yang lainnya.
Banyak tipe-tipe strategi pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah tipe make a macth (mencari pasangan). Pada pembelajaran tipe ini siswa akan dituntut untuk bertanggung jawab mencari pasanganya yang sesuai dengan kartunya. Siswa yang menemukan pasangan yang sesuai sebelum batas waktunya, siswa akan diberi poin.

2. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif bukanlah suatu strategi pembelajaran yang baru akan tetapi sudah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar. Strategi pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan efektif. Strategi pembelajaran kooperatif secara sederhana adalah pembelajaran dengan kelompok.
“Menurut Slavin (2008) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Strategi pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran”.
Strategi pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
1. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif.
2. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.
4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Pembelajaran kooperatif itu memiliki beberapa unsur. Menurut Ibrahim (2000: 6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
c. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama dalam proses belajarnya.
g. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Strategi pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tigkah laku guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Fase-2
Menyampaikan informasi


Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar





Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar



Fase-5
Evaluasi





Fase-6
Memberikan penghargaan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Guru menyajikan informasikepada siswa dengan jalan demonstrasiatau lewat bahan bacaan

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan mambantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien



Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Guru mengevaluasi hasil balajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya


Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.


3. Pembelajaran Kooperatif Tipe make a macth atau Mencari Pasangan
Pembelajaran adalah adanya interaksi antara pendidik dan murid dan sumber belajar yang ada dilingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang dilakukan pendidik yang mengajarkan suatu mata pelajaran, yang dituntut para peserta didik memperoleh ilmu dan pengetahuan. Dan pembentukan sikap yang lebih baik. Dengan kata lain pembelajaran merupakan proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar lebih dengan baik. Proses pembelajaran dan guru yang mengajar hubungan sangat erat sekali. Walaupun guru tidak menjelaskan materi secara rinci, akan tetapi pembelajaran lebih efektif guru memberikan bimbingan pada peserta didiknya, peserta didik perlu diberikan stimulus agar peserta bisa menjadi peserta didik yang aktif. Belajar merupakan hal yang paling penting dan sangat mendasar karena belajar tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia.
Sistem pembelajaran kooperatif bisa didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Strategi pembelajaran kooperatif disebut juga metode pembelajaran gotong royong. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif itu adalah tipe make a match (mencari pasangan). Pada pembelajaran tipe ini siswa akan dituntut untuk bertanggung jawab dengan kelompoknya, mereka berusaha bagaimana caranya agar topik dan soal yang ada dalam kartu bisa dijawab. Sehingga kelompok mereka mendapatkan nilai yang baik. Jadi, dengan menggunakan metode ini, penulis yakin minat belajar dan pengetahuan siswa dengan belajar fisika akan bertambah, kemudian siswa akan berperan aktif dalam proses pembelajaran.
4. Langkah-langkah penelitian make a macth
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe make a macth atau mencari pasangan, menurut Lie yang dikutip dari Lorna Curran (2002:54) adalah sebagai berikut :
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik.
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya, pemegang kartu yang bertulis LIMA akan berpasangan dengan pemegang kartu PERU. Atau pemegang kartu yang berisi nama KOFI ANNAN akan berpasangan dengan pemegang kartu SEKRETARIS JENDRAL PBB.
4. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. Misalnya, pemegang kartu 3+9 akan membentuk kelompok dengan pemegang kartu 3x4 dan 6x2.
5. Setelah bergabung siswa mencari/mendiskussikan jawabannya, setelah itu guru menunjuk salah satu perwakilan kelompok untuk mempersentasikan jawabannya.
6. Apabila jawabannya benar maka kelompoknya mendapatkan poin seratus dan sebaliknya apabila salah maka kelompoknya tidak diberikan poin.
7. Setelah sudah selesai satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Seluruh siswa melaporkan hasil/jawaban yang telah dipersentasikan dan tanggapan dari kelompok lain.
9. Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi pelajaran.
Dalam penelitian ini, kartu yang berisi konsep atau topik diganti dengan kartu yang berisi so’al.
Sriayu menyatakan keunggulan dari pembelajaran kooperatif tipe make a macth adalah sebagai berikut :
1. Semua siswa mendapat kesempatan, hak dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan kontribusi terhadap hasil kerja kelompoknya.
2. Dengan pembelajaran ini suasana kegembiraan atau menyenangkan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
3. Dalam proses pembelajaran Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis bahkan selesai pembelajaran pun akan tetap terwujud
4. Dengan pembelajaran ini akan munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.
5. Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
6. Mampu memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
Sriayu menyatakan tentang kelemahan pembelajaran kooperatif tipe maka a macth adalah sebagai berikut :
1. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran didasarkan kepada kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu.
2. Guru mesti membuat kebijakan atau komitmen kepada seluruh siswa agar tidak mengeluarkan suara yang keras.
3. Guru harus menyiapkan kartu yang berisi topik atau so’al sebelum pembelajaran dimulai.

5. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam memahami suatu pelajaran. Hasil belajar siswa biasanya diberikan dalam bentuk nilai.
Hasil belajar merupakan sesuatu yang telah diperoleh seseorang yang telah melakukan kegiatan pembelajaran hasil belajar aspek kognitif yang merupakan kemampuan siswa dalam bidang pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Sudjana (2005) mengemukakan tipe hasil belajar yang harus diperhatikan antaralain;
1. Tipe hasil belajar bidang kognitif
1). Tipe hasil belajar hafalan (pengetahuan)
Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, di samping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus dan lain-lain.
2). Tipe hasli belajar pemahaman
Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep. Untuk itu diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut.
3). Tipe hasil belajar penerapan
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum dalam suatu persoalan. Jadi dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus.
4). Tipe hasil belajar analisis
Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti atau mempunyai tingkatan/hirarki. Analisis merupakan tipe hasil belajar yang kompleks, yang memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Analisis sangat diperlukan bagi para siswa sekolah menengah apalagi di perguruan tinggi.
5). Tipe hasil belajar sintesis
Sintesis adalah lawan analisis. Bila pada analisis tekanan pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.
6). Tipe hasil belajar evaluasi.
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan kriteria yang dipakainya. Tipe hasil belajar ini dikategorikan paling tinggi, dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam tipe hasil belajar evaluasi, tekanan pada pertimbangan sesuatu nilai, mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya, dengan menggunakan kriteria tertentu.
2. Tipe hasil belajar bidang afektif
Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggit. Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai tingkat yang sederhana sampai tingkatan yang kompleks.
3. Tipe hasil belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu dan lain sebagainya.
Sanjaya (2008) mengatakan evaluasi dalam KTSP diarahkan bukan hanya sekadar untuk mengukur keberhasilan siswa dalam pencapaian hasil belajar, tetapi juga untuk mengempulkan informasi tentang proses pembelajaranyang dilakukan setiap siswa.

B. Kerangka Konseptual
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan kerangka konseptual sebagai berikut :










Melihat kerangka dari konseptual dapat dijelaskan bahwa proses belajar mengajar (PBM) berlangsung karena adanya interaksi antara guru dengan siswa yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pada kelas eksperimen guru memberikan strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth, sedangkan pada kelas kontrol guru memberikan strategi pembelajaran kooperatif. Kelas yang menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth akan banyak melakukan aktivitas belajar dan siswa lebih aktif dibandingkan guru. Pada pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Sedangkan pada kelas yang menggunakan strategi pembelajaran kooperatif siswa bersifat fasib dan hanya menerima apa yang dijelaskan oleh guru.
Pembelajaran yang berlangsung pada kelas eksperimen berpusat pada siswa (student centered) sedangkan pembelajaran pada kelas kontrol berpusat pada guru (teacher centered). Diharapkan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a macth ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga dapat dibedakan hasil belajar antara dua kelas tersebut.

C. Penelitian Terkait
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: penelitian yang telah dilakukan oleh Sayamsul Anwar (2009) yang meneliti tentang pembelajaran kooperatif, dengan judul: ”penggunaan model pembelajaran cooperative learning tipe make a macth dengan numbered heads dalam pembelajaran matematika siswa kelas XI IPA SMA Bunda Padang. Jenis penelitiannya adalah deskriftif di mana pembelajarannya digunakan untuk mengamati aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth dengan numbered heads dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang diajukan oleh peneliti, yang dijabarkan dari landasan teori atau kajian teori dan masih harus diuji kebenarannya. Untuk menjawab rumusan masalah diatas, hipotesis yang diajukan adalah :
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang berarti antara Pembelajaran Kooperatif Tipe make a macth (mencari pasangan) terhadap hasil belajar fisika Siswa Kelas X MAN 1 Padang
H1 : Terdapat perbedaan yang berarti antara Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a macth (mencari pasangan) terhadap hasil belajar fisika Siswa Kelas X MAN 1 Padang.










BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu atau quasi eksperimen yang akan dilakukan terhadap satu kelas di MAN 1 Padang pada mata pelajaran Fisika. Narbuko dan Achmadi (2007) menjelaskan bahwa eksperimen semu bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. Adapun bentuk rancangan yang digunakan dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 3.1. Random Control Group Only Design
Kelas Perlakuan Test
Eksperimen X1 T
Kontrol X¬¬2 T
(Sumber : Suryabrata, 2006)
Keterangan :
X1 : Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen berupa pembelajaran Kooperatif tipe make a macth.
X2 : perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol berupa pembelajaran kooperatif.
T : Tes akhir yang diberikan sesuai dengan materi yang diberikan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol.
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiono (2002: 57) dalam Riduan memberikan pengertian populasi bahwa” populasi itu adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas X MAN 1 Padang, yang terdaftar pada tahun ajaran 2009/2010 yang dirincikan dalam tabel 3.2 sebagai berikut:
Tabel 3.2. Jumlah Siswa Kelas X MAN 1 Padang
No Kelas Jumlah Siswa
1 X1 49
2 X2 46
3 X3 45
4 X4 47
(Sumber : Guru Bidang Studi Fisika MAN 1 Padang)

2. Sampel
Sampel merupakan objek atau subjek yang berada pada satu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar berfungsi sebagai contoh, atau dapat menggambarkan keadaan populasi sebenarnya. Pada populasi diambil dua kelas sebagai sampel, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satunya lagi sebagai kelas kontrol dengan menggunakan teknik claster random sampling.

Langkah-langkah pengambilan sampel sebagai berikut:
1. Menentukan tempat penelitian yaitu di MAN 1 Padang
2. Mengambil nilai ulangan harian (UH) bidang studi Fisika semester II kelas X MAN 1 Padang pada guru bidang studi.
3. Menganalisis Nilai Fisika UH semester II Kelas X MAN 1 Padang.
4. Pengambilan sampel secara random terhadap populasi yang memiliki data normal dan varians data yang homogen yaitu, satu sebagai kelas eksperimen dan yang satunya lagi sebagai kelas kontrol.

C. Variabel dan Data Penelitian
1. Variabel
Variabel adalah sesuatu yang menjadi fokus perhatian penelitian. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
1) Variabel bebas adalah perlakuan yang diberikan kepada siswa kelompok eksperiman yaitu strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth (mencari pasangan).
2) Variabel terikat adalah hasil belajar siswa aspek kognitif setelah diberi perlakuan.
3) Variabel kontrol adalah guru, materi pelajaran, waktu, RPP yang digunakan adalah sama.
2. Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Data primer, yaitu data yang langsung diambil oleh peneliti dari sumbernya yaitu data hasil belajar fisika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe make a macth (mencari pasangan).

D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian memiliki langkah-langkah sebagai berikut :
a. Tahap persiapan
Pada tahap ini disiapkan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian, yaitu:
1) Menetapkan jadwal penelitian
2) Membuat RPP
3) Membuat soal tes
b. Tahap pelaksanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
Tabel 3.3. Perbedaan Perlakuan Yang Deberikan Pada Kelas Sampel
Kelas Eksperimen Waktu (menit) Kelas Kontrol
Aktifitas guru Aktifitas siswa Aktifitas guru Aktifitas siswa
A. Kegiatan pendahuluan
Fase I
1. Guru mencek kehadiran dan mempersiapkan kondisi kelas untuk belajar

2. guru
menyampaikan apersepsi kepada siswa untuk membangkitkan ingatan siswa tentang materi terdahulu
3. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk menimbulkan minat belajar siswa
4. Guru menyampaikan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran
1. A. kegiatan pendahuluan
Fase I
1. Siswa mempersiapkan diri untuk belajar
2. Siswa merespon apersepsi yang diberikan oleh guru
3. Siswa merespon motivasi yang diberikan oleh guru
4. Siswa mendengar-
kan tujuan pembelajaran yang disebutkan oleh guru

5




10










A. Kegiatan pendahuluan
Fase I
1. Guru mencek kehadiran dan mempersiapkan kondisi kelas untuk belajar
2. Guru menyampaikan apersepsi kepada siswa untuk membangkitkan ingatan siswa tentang materi terdahulu
3. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk menimbulkan minat belajar siswa
4. Guru menyampaikan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran A.Kegiatan pendahuluan
Fase I
1. Siswa mempersiapkan diri untuk belajar
2. Siswa merespon apersepsi yang diberikan oleh guru
3. Siswa merespon motivasi yang diberikan oleh guru
4. Siswa mendengarkan tujuan pembelajaran yang disebut oleh guru

B. Kegiatan inti
Fase II
1. Guru menjelaskan materi secara umum
Fase III
2. Pembelajaran kooperatif tipe make a macth
3. Guru memberikan kartu yang berisikan so’al kepada siswa dan menginstruksi-
kan setiap siswa untuk mencari teman yang mempunyai kartu dengan so’al yang sama

4. Guru menginstruksi-kan siswa agar berdiskussi dalam kelompok mengerjakan so’al yang ada pada kartu
Fase IV
5. Guru menyuruh kepada masing-masing kelompok yang diwakili oleh satu orang untuk mempresentasikan jawaban yang telah mereka diskusikan
6. Apabila jawaban benar guru membeikan nilai terhadap kelompoknya 100 dan kalau salah diberi nilai 50.
Fase V
7. Guru membimbing siswa dalam diskussi dan memberikan pembenaran serta koreksi dalam diskussi
8. Guru memperhatikan apa yang dituliskan oleh perwakilan kelompok, setelah selesai guru mengoreksi hasil diskussi siswa, jika salah diperbaiki
- B. Kegiatan inti
Fase II
1. Siswa mendengarkan penjelasan guru
Fase III
2. Siswa mencari pasangan kartu yang warnanya sama dan so’al yang sama
3. Siswa mendiskussikan soal yang ada pada kartu bersama temannya
Fase IV
4. Masing-masing kelompok yang diwakili satu orang mempresentasikan jawaban yang diperoleh
5. Setiap kelompok setelah mempresentasikan jawaban mendapatkan nilai dari guru kalau benar nilainya 100 kalau salah 50
Fase V
6. Siswa berdiskussi dan mendapatkan bimbingan dari guru
7. Masing-masing kelompok menuliskan dan mempresentasikan jawabannya yang diperhatikan oleh guru




20






10



30









10 B.Kegiatan inti
Fase II
1. Guru memberikan inti pelajaran
2. Guru memberikan contoh-contoh soal
Fase III
3. Guru membuat kelompok siswa dalam 5 kelompok
4. Masing-masing kelompok diberi tugas sesuai materi pelajaran
Fase IV
5. Guru membimbing kelompok dalam menyelesaikan tugas
6. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskussinya
Fase V
7. Guru memperhatikan dan mengevaluasi hasil presentasi kelompok

B.Kegiatan inti
Fase II
1. Siswa mendengarkan penjelasan guru
2. Siswa memahami contoh-contoh yang diberikan guru
Fase III
3. Siswa bergabung dalam kelompok sesuai dengan kelompoknya
Fase V
4. Siswa berdiskussi dalam kelompoknya sesuai dengan tugas yang diberikan guru
5. Setelah selesai diskussi setiap kelompok yang diwakili 1 orang mempresentasikan jawabannya dan diperhatikan oleh guru
C. Kegiatan penutup
Fase VI
1. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja paling baik
2. Melalui metode diskussi, guru dan siswa menyimpulkan bersama-sama materi pelajaran
3. Guru melakukan evaluasi
4. Guru memberikan tugas rumah kepada siswa atau pengayaan C.kegiatan Penutup
Fase VI
1. Kelompok yang memiliki kinerja paling baik mendapatkan penghargaan dari guru
2. Siswa dengan menjawab pertanyaan guru ikut menyimpulkan pelajaran
3. Siswa mengevaluasi dimana letak kesalahannya
4. Siswa mencatat dan mengingat tugas yang diberikan oleh guru




5 C.Kegiatan penutup
Fase VI
1. Guru memberikan memberikan penghargaan kepada kelompok yang terbaik
2. Guru menyimpulkan pelajaran
3. Guru mengevaluasi
4. Guru memberikan tugas rumah C.Kegiatan penutup
Fase VI
1. Kelompok yang terbaik dapat penghargaan dari guru
2. Siswa mendengarkan kesimpulan yang dijelaskan guru
3. Siswa mencatat dan mengingat tugas yang diberikan guru

a. Tahap akhir
Pada tahap akhir ini guru memberikan tes pada kedua kelas sampel setelah pokok materi selesai diberikan. Tes yang diberikan berupa tes objektif (pilihan ganda). Kemudian membandingkan hasil belajar fisika yang diperoleh. Setelah itu menarik kesimpulan sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tes atau non tes. Tes pengukuran langsung digunakan untuk menilai hasil belajar kognitif siswa dan nontes untuk menilai hasil belajar afektif siswa melalui observasi. Tes yang diberikan sesuai dengan materi pelajaran selama perlakuan berlangsung dan dilakukan setelah penelitian berakhir. Instrumen penelitian yang digunakan tersebut adalah :
1. Tes Hasil Belajar
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan insrtumen, Instrumen merupakan alat pengambilan data. Dengan adanya instrumen, data yang diinginkan dapat dikumpulkan. Instrumen yang digunakan berupa tes objektif (pilihan ganda) . Tes disusun berdasarkan kisi-kisi yang sesuai dengan indikator. Bentuk tes yang diberikan adalah tes objektif. Sebelum soal tes tersebut diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol, soal tes tersebut dicobakan dahulu pada sekolah lain yang mempunyai kemampuan hampir sama dengan kemampuan siswa yang diteliti. Dalam penelitian ini uji coba soal yang dilakukan di MAN I Padang kelas XI IPA, dengan alasan kemampuan siswa XI IPA dengan kedua kelas sampel tidak jauh berbeda. Hal ini juga dilakukan untuk melihat dan mengetahui validitas, indeks kesukaran dan cakupan soal serta tingkat kepercayaannya.
Setelah dilakukan uji coba tes, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil yang telah diperoleh tersebut. Hal ini bertujuan untuk menentukan soal yang baik dan yang jelek. Sukardi (2008:134) menjelaskan: "analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek". Maka dapat disimpulkan dengan analisis soal diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan untuk mengadakan perbaikan.
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Validitas Tes
Suatu tes dikatakan baik bilamana tes tersebut memiliki ciri sebagai alat ukur yang baik. Menurut Arikunto (2008) menjelaskan: Suatu tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Jadi sebuah tes itu dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Jadi jika tes tersebut adalah tes pencapaian hasil belajar maka hasil tes tersebut apabila diinterpretasikan secaraintensif, hasil yang dicapai memangvbenar menunjukkan ranah evaluasi pencapaian hasil belajar. Validitas tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris.
Menurut Slameto (1988) mengatakan bahwa : ”Suatu tes dikatakan valid bila tes tersebut benar-benar cocok mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur”. Untuk mengetahui kualitas validitasnya dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
(1) Dari segi penyusunannya telah dipertimbangkan secara rasional atau logis bahwa tes tersebut akan mengukur apa yang dimaksud akan diukur.
(2) Validitas tes juga dapat dicapai dengan jalan membandingkan hasil pengukuran dari tes-tes yang lain, baik yang berasal dari guru lain ataupun dengan tes yang sudah diketahui valid.
Oleh karena itu, untuk membuat tes yang valid, maka rancangan tes akhir dibuat sesuai dengan garis-garis besar program pembelajaran fisika dan diperiksa oleh guru fisika.
b. Indeks Kesukaran Tes (D)
Menurut Slameto (1988) mengatakan bahwa : indeks kesukaran adalah angka yang menunjukkan proporsi siswa yang menjawab betul suatu soal”. untuk mengetahui indeks kesukaran suatu soal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
...................................................................................(1)


Keterangan:
D = Indeks kesukaran tiap soal
Ru = Jumlah jawaban yang betul dari nomor yang bersangkutan dari kelompok atas
Rl = Jumlah jawaban yang betul dari nomor yang bersangkutan dari kelompok bawah
Nu = Jumlah siswa yang termasuk 27%-33,3% kelompok atas
Nl = Jumlah siswa yang termasuk 27%-33,3% kelompok bawah

Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal
No Indeks kesukaran Klasifikasi
1 0,00 - 0,30 Sukar
2 0,31 - 0,70 Sedang
3 0,71 - 1,00 Mudah
(Sumber: Arikunto, 2008 : 210)

c. Indeks Beda (V)
Indeks beda yaitu angka yang menunjukkan apakah suatu soal tes dapat membedakan siswa yang pandai dan yang kurang pandai. V dikatakan baik jika besarnya 0,40, jika didapat negatif berarti soal itu sangat jelek atau pengajarannya salah atau mungkin kunci jawabannya yang keliru ( Slameto, 1998).
Prosedur untuk mencari V sama seperti mencari D hanya rumus yang dipakai adalah ..........................................................(2)




Dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal
No Indeks Daya Beda Klasifikasi
1. Minus Tidak baik
2. 0,00 – 0,20 Jelek
3. 0,21 – 0,40 Cukup
4. 0,41 – 0,70 Baik
5. 0,71 – 1,00 Baik sekali
(Sumber: Arikunto, 2008: 218)
Indeks daya beda yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari 0,21 sampai dengan 1,00 dengan kategori cukup, baik dan baik sekali. Jika soal yang diujikan tidak memenuhi kriteria di atas maka dilakukan revisi terhadap soal-soal yang dipakai untuk tes akhir.
b. Reliabilitas Tes
Tinggi rendahnya validitas menunjukkan tinggi rendahnya reliabilitas tes. Arikunto (2008) mengatakan bahwa:"suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap". dengan demikian reliabilitas berhubungan dengan ketetapan hasil tes. Untuk menentukan indeks reliabilitas tes dipakai rumus kuder-Richardson (K-R 21)yang dikemukankan oleh Arikunto (2008):
.....................................................(3)
Keterangan:
r11 = Reliabilitasa secara keseluruhan
n = Jumlah butir soal
M = Rata-rata skor tes
N = Jumlah pengikut tes
S2 = Variansi total

Dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal
No Indeks Reliabilitas Klasifikasi
1. 0,00 – 0,20 Sangat rendah
2. 0,21 – 0,40 Rendah
3. 0,41 – 0,60 Sedang
4. 0,61 – 0,80 Tinggi
5. 0,81 – 1,00 Sangat Tinggi
(Sumber: Slameto, 1988:215)
Menurut Slameto (1988) Untuk mengetahui tingkat reliabilitas dapat menggunakan daftar berikut:

1) Reliabilitas sangat tinggi, jika
2) Reliabilitas tinggi, jika
3) Reliabilitas sedang, jika
4) Reliabilitas rendah, jika
5) Reliabilitas sangat rendah, jika
2. Lembar Observasi
Penelitian hasil belajar aspek afektif dilakukan menggunakan lembar observasi. Observasi adalah alat yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa dalam ranah afektif yang telah direncanakan dan disusun secara sistematis. Jenis observasi yang dilaksanakan yaitu observasi partisipasif atau pengamatan terlibat. Observer juga ikut terlibat dalam penelitian. Dalam penelitian ini lembaran observasi merupakan alat penilaian aspek afektif yaitu digunakan untuk mengetahui sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam penyusunan lembar observasi dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Menentukan indikator-indikator yang akan diamati selama pembelajaran berlangsung. Indikator-indikator tersebut berdasarkan pendapat David R Krathwohl dalam Maitalataf (2008) meliputi :
a. Sikap mau menerima dengan indikator menghadiri, mau mendengarkan dan tidak mau mengganggu.
b. Siksp mau menanggapi dengan indikator mau memberikan pendapat, ikut mengusulkan, dan mau menjawab
c. Sikap mau menghargai dengan indikator menunjukkan adanya perhatian yang mendalam, mempelajari dengan sungguh-sungguh dan mau bekerja sama.
d. Sikap mau melibatkan diri dalam sistem dengan indikator mau melibatkan diri secara efektif dalam kelompok, mau menerima tanggungjawab dan mau mengorbankan waktu, tenaga, pikiran untuk sesuatu yang diyakini.
2) Merancang lembar observasi yang akan digunakan. Berdasarkan indikator-indikator di atas maka dapat disusun format lembaran observasinya.
Tabel 3.7 Contoh Format Lembar Observasi.
No

Nama Siswa Aspek Yang Dinilai Jumlah Skor Nilai
Mau Menerima Mau Menanggap Mau Menghargai Melibatkan Diri Dalam Sistem
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



(Depdiknas)
Untuk memberikan skor afektif siswa dapat diklasifikasikan dengan deskriptor yang terlihat. Melalui cara mencontreng setiap indikator yang muncul pada masing-masing aspek yang dinilai.
Keterangan :
Mau menerima dengan indikator :
1. Mau menghadiri
2. Mau mendengarkan
3. Tidak mau mengganggu
Mau menanggapi dengan indikator :
1. Mau memberikan pendapat
2. Ikut mengusulkan
3. Mau menjawab pertanyaan
Mau menghargai dengan indikator :
1) Menunjukkan adanya perhatian yang mendalam
2) Mempelajari dengan sungguh-sungguh
3) Mau bekerja sama
Mau melibatkan diri dalam sistem dengan indikator :
1) Mau melibatkan diri secara efektitif dalam kelompok
2) Mau menerima tanggung jawab
3) Mau mengorbankan waktu, tenaga, pikiran untuk sesuatu yang diyakini.
Tabel 3.8 Klasifikasi Deskriptor
Deskriptor yang tampak Skor
Tidak ada deskriptor yang tampak 1
Satu deskriptor yang tampak 2
Dua deskriptor yang tampak 3
Tiga deskriptor yang tampak 4

Menurut Purwanto dalam Maitalataf (2009) nilai dapat ditentukan menggunakan rumus :
NAS = ......................................................................(4)
Keterangan : NAS = Nilai Afektif Siswa
R = Skor siswa
SM = skor maksimum ideal
Skor maksimum afektif pada penelitian ini adalah 16, karena ada 4 aspek yang akan dinilai masing-masing aspek nilai maksimumnya 4.
3) Menentukan Pedoman Skor
Sistem penskoran digunakan tergantung pada skala pengukuran. Sudrajat (2008 : 13) menjelaskan skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas yaitu dengan mencari rata-rata dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran. Salah satu penilaian yang sederhana yang dilakukan dengan memberikan cek. Skala penilaian terhadap hasil perbandingan dari suatu karakteristik dengan karakteristik lainnya, angka yang tinggi menunjukkan karakteristik yang tinggi dan angka yang rendah menunjukkan karakteristik yang rendah. Perhitungan yang diberikan adalah:
Tabel 3.9 Tabel Penilaian Afektif
Bentuk Kualitatif Rentangan Keterangan
Sangat baik 81-100 A
Baik 61-79 B
Cukup 41-60 C
Kurang 21-40 D
Sangat Kurang 0-20 E
(Sudrajat 2008 : 16)
4) Pelaksanaan pengukuran
Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruangan untuk mengisi instrumen harus memiliki penerangan yang cukup dan sirkulasi yang baik. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis terhadap data penelitian dilakukan bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis induktif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menentukan rata-rata dan simpangan baku kedua kelas sampel dan analisis induktif dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan dua kelas sampel, ini dilakukan dengan uji t. untuk melakukan uji t harus dipenuhi dua syarat yaitu: sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan kedua kelas memiliki dan mempunyai varians yang homogen. Oleh sebab itu terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data sampel berdistribusi normal atau tidak. Jika digambarkan dalam suatu kurva maka kurvanya berbentuk lonceng. menurut Walpole (1988) sifat-sifat kurva normal adalah :
a. Modusnya, yaitu titik pada sumbu mendatar yang membuat fungsi mencapai maksimum, terjadi pada
b. Kurvanya setangkup terhadap suatu garis tegak yang melalui nilai tengah
c. Kurva ini mendekati sumbu mendatar secara asimtotik dalam kedua arah bila kita semakin menjauhi nilai tengahnya
Luas daerah yang terletak di bawah kurva tetapi di atas sumbu mendatar sama dengan 1.
Digunakan uji Lilieford dengan menggunakan langkah sebagai berikut Sudjana (2005: 466) :
Data X1, X2, X3, …, Xn yang diperoleh dari data yang terkecil hingga yang terbesar.
Data X1, X2, X3, …, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, …, Z dengan rumus:
Zi = .........................................................................................(5)
Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian di hitung peluang F (zi ) = P(z zi)
Hitung proporsi z1, z2,....zn yang lebih kecil atau sama dengan zi, jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi), maka S(zi) =


Hitung selisih F(zi)-S(zi) kemudian tentukan harga mutlak
Keterangan:
F(zi) = Nilai F yang diperoleh melalui daftar disteribusi normal
S(zi) = Nilai S yang diperoleh sesuai rumus di atas
Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut. Sebut harga terbesar ini L0, dengan taraf nyata . Maka jika
L0 < Ltabel, data normal dan begitu sebaliknya.
Keterangan:
Xi = Skor yang diperoleh siswa ke-1
= Skor rata-rata
S = Simpangan baku
L0 = Nilai mutlak terbesar pada hasil perhitungan F(zi)-S(zi)
= Daerah Interval
2. Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas variansi dilakukan dengan menggunakan uji F. Uji F ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas mempunyai variansi yang homogen atau tidak, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
• Mencari varians masing-masing data, kemudian dihitung harga F dengan menggunakan rumus:
……………………………………….(6)
Keterangan :
F = varians kelompok data
S1= varians terbesar
S2= varians terkecil

Setelah harga Fhitung sudah diperoleh, bandingkan harga Fhitung tersebut dengan harga Ftabel. Jika Fhitung < Ftabel maka kedua kelompok data mempunyai varians yang homogen dan demikian sebaliknya (Sudjana, 2005:249). Setelah dilakukan langkah–langkah tersebut, terlihat bahwa sampelnya berdistribusi normal.
3. Uji hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah hasil belajr siswa kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe make a macth lebih baik daripada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran biasa. Untuk pengujiannya dilakukan dengan uji t dengan rumus yang dikemukan oleh sudjana (2005) yaitu:
a. Jika data berdistribusi normal dan homogen atau dan diketahui, maka digunakan rumus:
...............................................................................(7)
Jika; -z ½(1- )< z ½(1- ), H0 diterima
b. Jika data normal dan homogen atau tetapi tidak diketahui, maka digunakan rumus:
................................................................................(8)
...........................................................(9)
dimana:
Nilai rata-ratakelompok eksperimen
Nilai rata-rata kelompok kontrol
Simpangan baku kelas eksperimen
Simpangan baku kelas kontrol
Banyak siswa kelas eksperimen
Banyak siswa kelas kontrol
Pengambilan Keputusan H0 terima jika –t1-1/2 < t < t1-1/2 , dimana t1-1/2 didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n1+n2-2) dan peluang (1-!/2 ).
c. Jika data berdistribisi normal tetapi tidak homogen, atau dan kedua-duanya tidak diketahui,maka digunakan rumus:
........................................................................(10)
kriteria pengujian adalah: terima H0 jika




Dengan;

d. Jika data tidak terdistribusi normal dan kedua kelompok data tidak mempunyai varians yang homogen, maka digunakan uji whitney atau uji u :
Ho ; μ1 = μ2
Ho ; μ1 ≠ μ2
U untuk sampel pertama:
...............................(11)
U untuk sampel kedua:
..................................(12)
Dari kedua nilai U tersebut yang digunakan ialah nilai U yang kecil, karena sampel lebih dari 20, maka digunakan pendekatan kurva normal dengan mean:
..............................................................(13)
Standar deviasi dalam bentuk:
....................................(14)
Nilai standar dihitung dengan:
..........................................................(15)
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
Ho diterima apabila , selain itu Ho ditolak
dimana :
N1 : Jumlah siswa kelas eksperimen
N2 : Jumlah siswa kelas kontrol
R : Jumlah jenjang
Z : Nilai standar
: Standar deviasi.













DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. (2006) Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta, dalam Httpidb4.wikispaces.comfileviewlr4006.2.pdf. 17 Juni 2010.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Depdiknas (2003). Pedoman Umum Pengembangan Silabus dan Penilaian Direktorat Jendral Pendidikan Menengah Umum. Ditjeb Dikdasmen Depdiknas.

Ibrahim, Muslimin dkk. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : UNESA-University Press.

Lie, Anita. 2002. Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : Gramedia.

Maitalataf. 2009. Pengaruh Penerapan Strategi Belajar Aktif tipe Index Card Matgh (ICM) terhadap hasil Beladar Fisika Siswa SMAN 13 Padang.

Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sagala, Syaiful (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alpabeta.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana.

Sardiman. 2007. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Slameto. 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Slavin, E. Robert. 2008. Cooperative Learning (Terjemahan). Bandung : Nusamedia.

Sudjana, Nana. (2005). Metode Satatistik. Bandung: Transito.

Sudrajat, Ahmad. 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif. www.Ahmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/penilaian afektif.pdf.

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Macth Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MAN 1 Padang

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia karena pendidikan sangant diperlukan dalam kehidupan ini. Manusia adalah mahluk pemikir yang mempunyai tujuan hidup, dengan pendidikan yang tepat manusia bisa meraih cita-cita luhur dan jalan kebahagiaannya. Tentu saja pendidikan yang dimaksud adalah upaya pengembangan dan aktualisasi potensi internal manusia untuk mencapai tujuan ideal. Artinya, selama potensi tersembunyi manusia tidak teraktualisasikan, maka ia tidak akan bisa mencapai kesempurnaan.
Dalam era globalisasi dan pasar bebas, manusia dihadapkan kepada perubahan yang tidak menentu. Ibarat nelayan di lautan lepas yang dapat tersesat jika tidak memiliki kompas sebagai pedoman, maka seperti itulah manusia jika tidak memiliki bekal yang kuat dalam menghadapi tantangan zaman. Bekal tersebut dipersiapkan melalui pendidikan. Diperlukan adanya penataan terhadap sistem pendidikan secara menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Dengan demikian pendidikan itu sangatlah penting demi mencerdaskan bangsa, pendidikan juga dilakukan secara formal maupun non formal, akan tetapi yang sangat penting sekali adalah pendidikan formal seperti pendidikan yang dilakukan di sekolah atau pun perguruan tinggi. Di dalam pendidikan formal Salah satu mata pelajaran yang terdapat di sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah mata pelajaran Fisika. Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan bahkan saat ini pelajaran fisika juga sebagai salah satu mata pelajaran yang menentukan kelulusan siswa oleh karena itu mata pelajaran fisika harus terus ditingkatkan dan diminati oleh siswa. Karena pembelajaran fisika berkaitan erat dengan kejadian-kejadian alam. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Yunus ayat 5-6 sebagai berikut:









Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa. (QS. Yunus : 5-6)

Dari ayat di atas dapat dijelaskan bahwa pada penciptaan matahari dan bulan serta pertukaran malam dan siang, ini adalah kajian dalam ilmu fisika. Untuk itu pembelajaran fisika amatlah perlu diperhatikan dan ditingkatkan terus.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Misalnya dalam proses pembelajaran guru lebih bersifat satu arah dalam menjelaskan materi pelajaran sehingga siswa kurang tertatik dalam belajar, serta dalam proses pembelajaran siswa kurang mengembangkan kemampuan berfikir. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Khususnya mata pelajaran fisika yang pada umumnya ditakuti oleh siswa, mereka menganggap pelajaran fisika sangat sulit sehingga hasil belajar siswa sangat rendah, hal ini membuktikan siswa dalam mata pelajaran fisika tidak suka dan tidak faham apa yang diajarkan oleh gurunya.
Idealnya, pembelajaran fisika di sekolah sesuai dengan tutuntan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dalam tujuannya menginginkan dan mengupayakan agar pembelajaran fisika di sekolah diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan mesti melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran demi terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efesien. Penilaian dalam pembelajaran fisika haruslah mencakup sampai tiga aspek penilaian yaitu kognitif, afektif, psikomotor.
Bila dilihat di Madrasah Aliah Negeri 1 Padang hasil belajar fisika siswa masih jauh dari yang diharapkan, padahal guru telah melakukan berbagai usaha seperti melakukan pembelajaran dengan sistem diskusi, memberikan siswa ringkasan serta latihan-latihan dan sebagainya. Namun yang terlihat di lapangan, harapan tersebut belum terwujud. Hal ini terlihat pada nilai rata-rata ujian Semester 1 di MAN 1 Padang pada tahun ajaran 2009/2010 pada tabel 1.1 berikut ini :
Tabel 1.1. Nilai Rata-Rata Ujian Akhir Semester
No Kelas Nilai
1 X1 59,75
2 X2 55,6
3 X3 53,54
4 X4 57,65
(Sumber : Guru Bidang Studi Fisika MAN 1 Padang)
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai yang diperoleh oleh siswa masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 60,0. Hal ini menurut hasil wawancara penulis terhadap guru bidang studi fisika, di dalam proses pembelajaran guru tersebut sudah melakukan usaha-usaha seperti menggunakan berbagai metode, menggunakan media pengajaran, memberikan latihan-latihan, dan memberikan bahan ajar yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai kemudian pihak sekolah juga sudah melakukan usaha seperti menyediakan sarana dan prasarana untuk kebutuhan belajar namun hasilnya masih dibawah tujuan yang diharapkan. Hal ini dikarenakan selama proses pembelajaran di kelas siswa kurang berperan aktif, siswa yang pintar tidak peduli kepada temannya yang agak lambat, siswa yang agak lambat tidak memiliki kepercayaan diri, kebanyakan siswa hanya mencatat dan menerima saja materi yang disampaikan oleh gurunya, dan siswa jarang atau sama sekali tidak pernah dibentuk kelompok dalam belajar. Jika dibentuk kelompokpun siswa juga tidak mengetahui apa tugasnya dalam kelompok, siapa yang menulis soal, yang menjawab soal dan yang mempresentasikan hasilnya merka tidak tahu, sehinnga tujuan akhir dari diskusi itu tidak tercapai. Dengan demikian siswa tidak termotivasi untuk belajar, yang akhirnya mereka tidak mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelajaran fisika.
Melihat realita di atas, penulis berpendapat bahwa hal ini harus dicarikan solusinya. Karena jika masalah ini dibiarkan, maka hasil belajar fisika siswa akan mengalami penurunan. Hal ini akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia yang sangat rendah dan tidak bermutu. Dalam pembelajaran, tidak hanya seorang guru yang dituntut aktif dalam mengajar. Hal ini dikarenakan guru dan siswa tersebut merupakan pihak yang terlibat secara langsung didalamnya. Untuk itu siswa harus berperan aktif juga dalam pembelajaran, untuk menciptakan pembelajaran yang membuat siswa aktif haruslah sesuai metode pembelajaran yang digunakan.
Salah satu solusinya untuk mengatasi masalah di atas menurut penulis adalah guru mesti mencari strategi pembelajaran yang bisa mengaktifkan siswa selama pembelajaran berlangsung. Salah satu metode pembelajaran yang bisa mengaktifkan siswa serta dapat menyenangkan dalam belajar adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran Kooperatif tipe Make a macth (mencari pasangan). Pembelajaran dengan menggunakan strategi ini belum pernah diterapkan oleh guru yang mengajar fisika di sekolah tersebut. Dalam pembelajaran ini siswa berkerja sama dengan teman sekelompoknya kemudian siswa belajar sambil bermain sehingga siswa tidak jenuh atau monoton saja. Disini guru memberikan kartu kepada siswa yang berlainan warnanya yang berisikan suatu so’al kemudian siswa mencari pasangan yang sesuai dengan warna kartunya setelah berkumpul membentuk kelompok, masing-masing kelompok mencari jawaban yang ada pada kartu, setelah dapat jawabannya salah seorang dari masing-masing kelompok mempresentasikan jawabannya kedepan. Kelompok lain memberikan tanggapan atau pertanyaan. Dengan demikian siswa lebih senang dan mudah dalam memahami suatu permasalahan karna suatu permasalahan atau so’al diselesaikan secara bersama. Kelebihan lain dalam pembelajaran kooperatif tipe make a macth adalah siswa lebih bertanggung jawab dengan kelompoknya, saling berpacu dengan kelompok yang lain sehingga masing-masing kelompok harus mendapatkan nilai yang lebih baik, kelompok yang menyelesaikan so’al dengan baik kelompoknya mendapatkan penghargaan dari guru. Di dalam pembelajaran seperti ini juga siswa dapat mengembangkan aspek sosial yang lebih erat lagi antara sesama temannya, sehingga teman yang pintar lebih peduli lagi dengan temannya yang kurang pintar dalam menerima materi. Dengan demikian pembelajaran seperti ini dapat mengatasi masalah yang ada. Sehingga, hasil belajar siswa jauh lebih baik dibandingkan yang lalu.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul " Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (Mencari Pasangan) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MAN 1 Padang“. Dengan menggunakan strategi ini diharapkan akan tercipta keseriusan dan keaktifan siswa dalam belajar atau dengan strategi ini membantu mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga pada akhirnya proses belajar mengajar berhasil.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, adapun identifikasi masalahnya adalah :
1. Rendahnya hasil belajar siswa khususnya pelajaran fisika
2. Kurang bervariasi metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam mengajarkan dalam kelas.
3. Individualisme siswa yang sangat tinggi dalam proses pembelajaran
4. Siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran, sehingga siswa kurang aktif
5. Menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth.
C. Batasan Masalah
Penelitian yang dilakukan memiliki cakupan yang hanya meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Siswa yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa kelas X yang terdaftar pada tahun ajaran 2010/2011
2. Hasil yang diteliti pada ranah kognitif dan Afektif
3. Materi yang dibahas adalah Gelombang Elektromagnetik

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Terdapat Perbedaan yang Berarti Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Fisika untuk Konsep Gelombang Elektromagnetik melalui penerapan Pembelajaran Kooperatif tipe make a macth kelas X Semester II MAN 1 Padang.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan menerapkan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe make a macth dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas X MAN 1 Padang.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai acuan bagi guru dalam upaya mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, khususnya dalam mata pelajaran fisika.
2. Bahan pertimbangan bagi guru-guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Untuk menambah wawasan penulis dan menambah pengalaman praktik bagi peneliti.
4. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Fisika
Belajar merupakan suatu bentuk untuk melakukan perubahan pada diri seseorang yang setelah melakukan aktivitas pembelajaran. Aktivitasnya yang menyangkut unsur kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan itu tidak hanya pada pengetahuan akan tetapi perubahan dari prilaku, sikap, kebiasaan, dan lain-lain. Oleh karena itu apabila terjadi proses pembelajaran maka akan terjadi pula tingkah laku yang berbeda pada seseorang tersebut.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2006) pengertian belajar jika dilihat secara psikologi adalah :
"Suatu proses perubahan didalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan perkataan lain, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan."

Dari kalimat di atas kita dapat memahami, bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, terencana, terorganisir dengan baik dan berkelanjutan dengan tujuan untuk membentuk diri yang jauh lebih baik dari sebelumnya melalui suatu proses interaksi dengan lingkungan.

Syaiful (2003:38) menyatakan bahwa:
a. Belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
b. Anak belajar dari mengalami, bukan dibri begitu saja oleh guru.
c. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang suatu persoalan (Subject Matter).
d. Pengetahuan tidak bisa dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau preposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
e. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
f. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
g. Proses belajar dapat mengubah struktur otak, perubha struktur otak tersebut berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.

Dari proses di atas disimpulkan bahwa hakikat belajar yaitu suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan membangun pemahaman yang mendalam terhadap pengetahuan tersebut. Semua kegiatan belajar terpusat pada siswa, bukan pada guru. Guru dapat berperan sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa didalam pembelajaran. Selanjutnya, pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Pada dasarnya proses pembelajaran yang dilakukan oleh seseorang adalah untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang lebih baik dari pada orang yang tidak melakukan proses pembelajaran. Pada praktik mengajar di kelas tampak jelas bahwa siswa akan belajar seungguh-sungguh apabila pembelajarannya menarik dan menyenangkan. Apabila siswa senang , mereka akan belajar sendiri, bila mereka belajar dengan sungguh maka mereka akan menguasai konsep atau materi fisika dan lebih berkompeten dalam pelajaran fisika. Maka sangat penting bila guru fisika berusaha agar pembelajarannya menarik dan menyenagkan siswa.
Sebagai seorang guru sangat penting sekali komunikasi dengan siswa, karna dengan adanya komunikasi yang baik mereka saling membantu, siswa akan lebih senang dengan pelajaran yang diajarkan oleh gurunya. Untuk itu diharapkan guru fisika yang mampu menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, mengerti apa tujuaan pengajaran fisika, dapat mengorganisasikan pengajaran fisika, mengerti dengan keadaan siswa, dapat berkomunikasi dengan baik terhadap siswa dan menguasai berbagai metode.
Suatu proses pembelajaran itu dikatakan baik, bila proses tersebut bisa membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Adapun hasil pengajaran itu menurut Sudirman (2007 ; 49) dikatakan baik memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa.
2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli.
Fisika merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sains yang memiliki karakteristik sendiri dibandingkan dengan bidang ilmu yang lainnya. Proses pembelajaran sains fisika memiliki dua dimensi, yakni belajar materi sains dan bagaimana melakukan kegiatan sains. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003).
Disebutkan juga bahwasanya “Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri”(Permendiknas, No. 22, 2006).
Permendiknas, No. 23, (2006: 16) Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi dikembangkan berdasarkan tujuan dan cakupan muatan dan kegiatan setiap kelompok mata pelajaran. Pada pembelajaran Fisika yakni:
1. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
2. Memahami prinsip-prinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti, dan obyektif
3. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik, kekekalan energi, impuls, dan momentum
4. Mendeskripsikan prinsip dan konsep konservasi kalor sifat gas ideal, fluida dan perubahannya yang menyangkut hukum termodinamika serta penerapannya dalam mesin kalor
5. Menerapkan konsep dan prinsip optik dan gelombang dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi
6. Menerapkan konsep dan prinsip kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai masalah dan produk teknologi.

Mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir analitis, induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri (Depdiknas, 2003). Selain itu dijelaskan secara rinci fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika sebagai berikut:
a. Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup:
1. Jujur dan objektif terhadap data;
2. Terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu;
3. Ulet dan tidak cepat putus asa;
4. Kritis terhadap pernyataan ilmiah yang tidak mudah percaya tanpa ada dukungan hasil obserfasi empiris;
5. Dapat bekerja sama dengan orang lain;
c. Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang, merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, menafsirkan data, menyusun laporan, mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
d. Mengembangkan kemampuan berfikir analisis, induktif dan dedukatif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam serta menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
e. Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip Fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tingggi.
f. Membentuk sikap positif terhadap Fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan dan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan berbagai peristiwa alam serta keluasaan penerapan Fisika dalam teknologi.

Dari pendapat fungsi dan tujuan di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya mata pelajaran fisika membuat proses yang kontinu untuk menjadikan seorang siswa sebagai insan kamil dan terampil dalam menterjemahkan alam agar bernilai positif untuk kemandirian dirinya. Hal ini diupayakan agar diwujudkan siswa dengan melakukan pengamatan dan berinteraksi dengan dunia luar melalui kerja ilmiah dengan melakukan langkah-langkah metode ilmiah dengan memadukan antara keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi dalam pembelajaran.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kuran didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran dikelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran.
Salah satu strategi yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar mengajar adalah strategi pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan kelompok. Siswa diberi tugas dan mempunyai tanggung jawab yang sama besar untuk menuntaskan materi yang diberikan. Pembelajaran kooperatif ini tidak hanya mengembangkan peserta didik dari segi kognitif saja, melainkan dengan pembelajaran ini akan terciptanya rasa sosial yang tinggi. Setiap siswa harus saling membantu dan menciptakan kerja sama yang baik antara yang satu dengan yang lainnya.
Banyak tipe-tipe strategi pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah tipe make a macth (mencari pasangan). Pada pembelajaran tipe ini siswa akan dituntut untuk bertanggung jawab mencari pasanganya yang sesuai dengan kartunya. Siswa yang menemukan pasangan yang sesuai sebelum batas waktunya, siswa akan diberi poin.

2. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif bukanlah suatu strategi pembelajaran yang baru akan tetapi sudah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar. Strategi pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan efektif. Strategi pembelajaran kooperatif secara sederhana adalah pembelajaran dengan kelompok.
“Menurut Slavin (2008) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Strategi pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran”.
Strategi pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
1. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif.
2. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.
4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Pembelajaran kooperatif itu memiliki beberapa unsur. Menurut Ibrahim (2000: 6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
c. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama dalam proses belajarnya.
g. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Strategi pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tigkah laku guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Fase-2
Menyampaikan informasi


Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar





Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar



Fase-5
Evaluasi





Fase-6
Memberikan penghargaan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Guru menyajikan informasikepada siswa dengan jalan demonstrasiatau lewat bahan bacaan

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan mambantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien



Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Guru mengevaluasi hasil balajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya


Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.


3. Pembelajaran Kooperatif Tipe make a macth atau Mencari Pasangan
Pembelajaran adalah adanya interaksi antara pendidik dan murid dan sumber belajar yang ada dilingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang dilakukan pendidik yang mengajarkan suatu mata pelajaran, yang dituntut para peserta didik memperoleh ilmu dan pengetahuan. Dan pembentukan sikap yang lebih baik. Dengan kata lain pembelajaran merupakan proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar lebih dengan baik. Proses pembelajaran dan guru yang mengajar hubungan sangat erat sekali. Walaupun guru tidak menjelaskan materi secara rinci, akan tetapi pembelajaran lebih efektif guru memberikan bimbingan pada peserta didiknya, peserta didik perlu diberikan stimulus agar peserta bisa menjadi peserta didik yang aktif. Belajar merupakan hal yang paling penting dan sangat mendasar karena belajar tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia.
Sistem pembelajaran kooperatif bisa didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Strategi pembelajaran kooperatif disebut juga metode pembelajaran gotong royong. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif itu adalah tipe make a match (mencari pasangan). Pada pembelajaran tipe ini siswa akan dituntut untuk bertanggung jawab dengan kelompoknya, mereka berusaha bagaimana caranya agar topik dan soal yang ada dalam kartu bisa dijawab. Sehingga kelompok mereka mendapatkan nilai yang baik. Jadi, dengan menggunakan metode ini, penulis yakin minat belajar dan pengetahuan siswa dengan belajar fisika akan bertambah, kemudian siswa akan berperan aktif dalam proses pembelajaran.
4. Langkah-langkah penelitian make a macth
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe make a macth atau mencari pasangan, menurut Lie yang dikutip dari Lorna Curran (2002:54) adalah sebagai berikut :
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik.
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya, pemegang kartu yang bertulis LIMA akan berpasangan dengan pemegang kartu PERU. Atau pemegang kartu yang berisi nama KOFI ANNAN akan berpasangan dengan pemegang kartu SEKRETARIS JENDRAL PBB.
4. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. Misalnya, pemegang kartu 3+9 akan membentuk kelompok dengan pemegang kartu 3x4 dan 6x2.
5. Setelah bergabung siswa mencari/mendiskussikan jawabannya, setelah itu guru menunjuk salah satu perwakilan kelompok untuk mempersentasikan jawabannya.
6. Apabila jawabannya benar maka kelompoknya mendapatkan poin seratus dan sebaliknya apabila salah maka kelompoknya tidak diberikan poin.
7. Setelah sudah selesai satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Seluruh siswa melaporkan hasil/jawaban yang telah dipersentasikan dan tanggapan dari kelompok lain.
9. Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi pelajaran.
Dalam penelitian ini, kartu yang berisi konsep atau topik diganti dengan kartu yang berisi so’al.
Sriayu menyatakan keunggulan dari pembelajaran kooperatif tipe make a macth adalah sebagai berikut :
1. Semua siswa mendapat kesempatan, hak dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan kontribusi terhadap hasil kerja kelompoknya.
2. Dengan pembelajaran ini suasana kegembiraan atau menyenangkan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
3. Dalam proses pembelajaran Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis bahkan selesai pembelajaran pun akan tetap terwujud
4. Dengan pembelajaran ini akan munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.
5. Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
6. Mampu memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
Sriayu menyatakan tentang kelemahan pembelajaran kooperatif tipe maka a macth adalah sebagai berikut :
1. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran didasarkan kepada kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu.
2. Guru mesti membuat kebijakan atau komitmen kepada seluruh siswa agar tidak mengeluarkan suara yang keras.
3. Guru harus menyiapkan kartu yang berisi topik atau so’al sebelum pembelajaran dimulai.

5. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam memahami suatu pelajaran. Hasil belajar siswa biasanya diberikan dalam bentuk nilai.
Hasil belajar merupakan sesuatu yang telah diperoleh seseorang yang telah melakukan kegiatan pembelajaran hasil belajar aspek kognitif yang merupakan kemampuan siswa dalam bidang pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Sudjana (2005) mengemukakan tipe hasil belajar yang harus diperhatikan antaralain;
1. Tipe hasil belajar bidang kognitif
1). Tipe hasil belajar hafalan (pengetahuan)
Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, di samping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus dan lain-lain.
2). Tipe hasli belajar pemahaman
Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep. Untuk itu diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut.
3). Tipe hasil belajar penerapan
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum dalam suatu persoalan. Jadi dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus.
4). Tipe hasil belajar analisis
Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti atau mempunyai tingkatan/hirarki. Analisis merupakan tipe hasil belajar yang kompleks, yang memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Analisis sangat diperlukan bagi para siswa sekolah menengah apalagi di perguruan tinggi.
5). Tipe hasil belajar sintesis
Sintesis adalah lawan analisis. Bila pada analisis tekanan pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.
6). Tipe hasil belajar evaluasi.
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan kriteria yang dipakainya. Tipe hasil belajar ini dikategorikan paling tinggi, dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam tipe hasil belajar evaluasi, tekanan pada pertimbangan sesuatu nilai, mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya, dengan menggunakan kriteria tertentu.
2. Tipe hasil belajar bidang afektif
Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggit. Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai tingkat yang sederhana sampai tingkatan yang kompleks.
3. Tipe hasil belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu dan lain sebagainya.
Sanjaya (2008) mengatakan evaluasi dalam KTSP diarahkan bukan hanya sekadar untuk mengukur keberhasilan siswa dalam pencapaian hasil belajar, tetapi juga untuk mengempulkan informasi tentang proses pembelajaranyang dilakukan setiap siswa.

B. Kerangka Konseptual
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan kerangka konseptual sebagai berikut :










Melihat kerangka dari konseptual dapat dijelaskan bahwa proses belajar mengajar (PBM) berlangsung karena adanya interaksi antara guru dengan siswa yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pada kelas eksperimen guru memberikan strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth, sedangkan pada kelas kontrol guru memberikan strategi pembelajaran kooperatif. Kelas yang menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth akan banyak melakukan aktivitas belajar dan siswa lebih aktif dibandingkan guru. Pada pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Sedangkan pada kelas yang menggunakan strategi pembelajaran kooperatif siswa bersifat fasib dan hanya menerima apa yang dijelaskan oleh guru.
Pembelajaran yang berlangsung pada kelas eksperimen berpusat pada siswa (student centered) sedangkan pembelajaran pada kelas kontrol berpusat pada guru (teacher centered). Diharapkan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe make a macth ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga dapat dibedakan hasil belajar antara dua kelas tersebut.

C. Penelitian Terkait
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: penelitian yang telah dilakukan oleh Sayamsul Anwar (2009) yang meneliti tentang pembelajaran kooperatif, dengan judul: ”penggunaan model pembelajaran cooperative learning tipe make a macth dengan numbered heads dalam pembelajaran matematika siswa kelas XI IPA SMA Bunda Padang. Jenis penelitiannya adalah deskriftif di mana pembelajarannya digunakan untuk mengamati aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth dengan numbered heads dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang diajukan oleh peneliti, yang dijabarkan dari landasan teori atau kajian teori dan masih harus diuji kebenarannya. Untuk menjawab rumusan masalah diatas, hipotesis yang diajukan adalah :
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang berarti antara Pembelajaran Kooperatif Tipe make a macth (mencari pasangan) terhadap hasil belajar fisika Siswa Kelas X MAN 1 Padang
H1 : Terdapat perbedaan yang berarti antara Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a macth (mencari pasangan) terhadap hasil belajar fisika Siswa Kelas X MAN 1 Padang.










BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu atau quasi eksperimen yang akan dilakukan terhadap satu kelas di MAN 1 Padang pada mata pelajaran Fisika. Narbuko dan Achmadi (2007) menjelaskan bahwa eksperimen semu bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. Adapun bentuk rancangan yang digunakan dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 3.1. Random Control Group Only Design
Kelas Perlakuan Test
Eksperimen X1 T
Kontrol X¬¬2 T
(Sumber : Suryabrata, 2006)
Keterangan :
X1 : Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen berupa pembelajaran Kooperatif tipe make a macth.
X2 : perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol berupa pembelajaran kooperatif.
T : Tes akhir yang diberikan sesuai dengan materi yang diberikan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol.
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiono (2002: 57) dalam Riduan memberikan pengertian populasi bahwa” populasi itu adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas X MAN 1 Padang, yang terdaftar pada tahun ajaran 2009/2010 yang dirincikan dalam tabel 3.2 sebagai berikut:
Tabel 3.2. Jumlah Siswa Kelas X MAN 1 Padang
No Kelas Jumlah Siswa
1 X1 49
2 X2 46
3 X3 45
4 X4 47
(Sumber : Guru Bidang Studi Fisika MAN 1 Padang)

2. Sampel
Sampel merupakan objek atau subjek yang berada pada satu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar berfungsi sebagai contoh, atau dapat menggambarkan keadaan populasi sebenarnya. Pada populasi diambil dua kelas sebagai sampel, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satunya lagi sebagai kelas kontrol dengan menggunakan teknik claster random sampling.

Langkah-langkah pengambilan sampel sebagai berikut:
1. Menentukan tempat penelitian yaitu di MAN 1 Padang
2. Mengambil nilai ulangan harian (UH) bidang studi Fisika semester II kelas X MAN 1 Padang pada guru bidang studi.
3. Menganalisis Nilai Fisika UH semester II Kelas X MAN 1 Padang.
4. Pengambilan sampel secara random terhadap populasi yang memiliki data normal dan varians data yang homogen yaitu, satu sebagai kelas eksperimen dan yang satunya lagi sebagai kelas kontrol.

C. Variabel dan Data Penelitian
1. Variabel
Variabel adalah sesuatu yang menjadi fokus perhatian penelitian. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
1) Variabel bebas adalah perlakuan yang diberikan kepada siswa kelompok eksperiman yaitu strategi pembelajaran kooperatif tipe make a macth (mencari pasangan).
2) Variabel terikat adalah hasil belajar siswa aspek kognitif setelah diberi perlakuan.
3) Variabel kontrol adalah guru, materi pelajaran, waktu, RPP yang digunakan adalah sama.
2. Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Data primer, yaitu data yang langsung diambil oleh peneliti dari sumbernya yaitu data hasil belajar fisika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe make a macth (mencari pasangan).

D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian memiliki langkah-langkah sebagai berikut :
a. Tahap persiapan
Pada tahap ini disiapkan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian, yaitu:
1) Menetapkan jadwal penelitian
2) Membuat RPP
3) Membuat soal tes
b. Tahap pelaksanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
Tabel 3.3. Perbedaan Perlakuan Yang Deberikan Pada Kelas Sampel
Kelas Eksperimen Waktu (menit) Kelas Kontrol
Aktifitas guru Aktifitas siswa Aktifitas guru Aktifitas siswa
A. Kegiatan pendahuluan
Fase I
1. Guru mencek kehadiran dan mempersiapkan kondisi kelas untuk belajar

2. guru
menyampaikan apersepsi kepada siswa untuk membangkitkan ingatan siswa tentang materi terdahulu
3. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk menimbulkan minat belajar siswa
4. Guru menyampaikan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran
1. A. kegiatan pendahuluan
Fase I
1. Siswa mempersiapkan diri untuk belajar
2. Siswa merespon apersepsi yang diberikan oleh guru
3. Siswa merespon motivasi yang diberikan oleh guru
4. Siswa mendengar-
kan tujuan pembelajaran yang disebutkan oleh guru

5




10










A. Kegiatan pendahuluan
Fase I
1. Guru mencek kehadiran dan mempersiapkan kondisi kelas untuk belajar
2. Guru menyampaikan apersepsi kepada siswa untuk membangkitkan ingatan siswa tentang materi terdahulu
3. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk menimbulkan minat belajar siswa
4. Guru menyampaikan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran A.Kegiatan pendahuluan
Fase I
1. Siswa mempersiapkan diri untuk belajar
2. Siswa merespon apersepsi yang diberikan oleh guru
3. Siswa merespon motivasi yang diberikan oleh guru
4. Siswa mendengarkan tujuan pembelajaran yang disebut oleh guru

B. Kegiatan inti
Fase II
1. Guru menjelaskan materi secara umum
Fase III
2. Pembelajaran kooperatif tipe make a macth
3. Guru memberikan kartu yang berisikan so’al kepada siswa dan menginstruksi-
kan setiap siswa untuk mencari teman yang mempunyai kartu dengan so’al yang sama

4. Guru menginstruksi-kan siswa agar berdiskussi dalam kelompok mengerjakan so’al yang ada pada kartu
Fase IV
5. Guru menyuruh kepada masing-masing kelompok yang diwakili oleh satu orang untuk mempresentasikan jawaban yang telah mereka diskusikan
6. Apabila jawaban benar guru membeikan nilai terhadap kelompoknya 100 dan kalau salah diberi nilai 50.
Fase V
7. Guru membimbing siswa dalam diskussi dan memberikan pembenaran serta koreksi dalam diskussi
8. Guru memperhatikan apa yang dituliskan oleh perwakilan kelompok, setelah selesai guru mengoreksi hasil diskussi siswa, jika salah diperbaiki
- B. Kegiatan inti
Fase II
1. Siswa mendengarkan penjelasan guru
Fase III
2. Siswa mencari pasangan kartu yang warnanya sama dan so’al yang sama
3. Siswa mendiskussikan soal yang ada pada kartu bersama temannya
Fase IV
4. Masing-masing kelompok yang diwakili satu orang mempresentasikan jawaban yang diperoleh
5. Setiap kelompok setelah mempresentasikan jawaban mendapatkan nilai dari guru kalau benar nilainya 100 kalau salah 50
Fase V
6. Siswa berdiskussi dan mendapatkan bimbingan dari guru
7. Masing-masing kelompok menuliskan dan mempresentasikan jawabannya yang diperhatikan oleh guru




20






10



30









10 B.Kegiatan inti
Fase II
1. Guru memberikan inti pelajaran
2. Guru memberikan contoh-contoh soal
Fase III
3. Guru membuat kelompok siswa dalam 5 kelompok
4. Masing-masing kelompok diberi tugas sesuai materi pelajaran
Fase IV
5. Guru membimbing kelompok dalam menyelesaikan tugas
6. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskussinya
Fase V
7. Guru memperhatikan dan mengevaluasi hasil presentasi kelompok

B.Kegiatan inti
Fase II
1. Siswa mendengarkan penjelasan guru
2. Siswa memahami contoh-contoh yang diberikan guru
Fase III
3. Siswa bergabung dalam kelompok sesuai dengan kelompoknya
Fase V
4. Siswa berdiskussi dalam kelompoknya sesuai dengan tugas yang diberikan guru
5. Setelah selesai diskussi setiap kelompok yang diwakili 1 orang mempresentasikan jawabannya dan diperhatikan oleh guru
C. Kegiatan penutup
Fase VI
1. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja paling baik
2. Melalui metode diskussi, guru dan siswa menyimpulkan bersama-sama materi pelajaran
3. Guru melakukan evaluasi
4. Guru memberikan tugas rumah kepada siswa atau pengayaan C.kegiatan Penutup
Fase VI
1. Kelompok yang memiliki kinerja paling baik mendapatkan penghargaan dari guru
2. Siswa dengan menjawab pertanyaan guru ikut menyimpulkan pelajaran
3. Siswa mengevaluasi dimana letak kesalahannya
4. Siswa mencatat dan mengingat tugas yang diberikan oleh guru




5 C.Kegiatan penutup
Fase VI
1. Guru memberikan memberikan penghargaan kepada kelompok yang terbaik
2. Guru menyimpulkan pelajaran
3. Guru mengevaluasi
4. Guru memberikan tugas rumah C.Kegiatan penutup
Fase VI
1. Kelompok yang terbaik dapat penghargaan dari guru
2. Siswa mendengarkan kesimpulan yang dijelaskan guru
3. Siswa mencatat dan mengingat tugas yang diberikan guru

a. Tahap akhir
Pada tahap akhir ini guru memberikan tes pada kedua kelas sampel setelah pokok materi selesai diberikan. Tes yang diberikan berupa tes objektif (pilihan ganda). Kemudian membandingkan hasil belajar fisika yang diperoleh. Setelah itu menarik kesimpulan sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tes atau non tes. Tes pengukuran langsung digunakan untuk menilai hasil belajar kognitif siswa dan nontes untuk menilai hasil belajar afektif siswa melalui observasi. Tes yang diberikan sesuai dengan materi pelajaran selama perlakuan berlangsung dan dilakukan setelah penelitian berakhir. Instrumen penelitian yang digunakan tersebut adalah :
1. Tes Hasil Belajar
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan insrtumen, Instrumen merupakan alat pengambilan data. Dengan adanya instrumen, data yang diinginkan dapat dikumpulkan. Instrumen yang digunakan berupa tes objektif (pilihan ganda) . Tes disusun berdasarkan kisi-kisi yang sesuai dengan indikator. Bentuk tes yang diberikan adalah tes objektif. Sebelum soal tes tersebut diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol, soal tes tersebut dicobakan dahulu pada sekolah lain yang mempunyai kemampuan hampir sama dengan kemampuan siswa yang diteliti. Dalam penelitian ini uji coba soal yang dilakukan di MAN I Padang kelas XI IPA, dengan alasan kemampuan siswa XI IPA dengan kedua kelas sampel tidak jauh berbeda. Hal ini juga dilakukan untuk melihat dan mengetahui validitas, indeks kesukaran dan cakupan soal serta tingkat kepercayaannya.
Setelah dilakukan uji coba tes, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil yang telah diperoleh tersebut. Hal ini bertujuan untuk menentukan soal yang baik dan yang jelek. Sukardi (2008:134) menjelaskan: "analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek". Maka dapat disimpulkan dengan analisis soal diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan untuk mengadakan perbaikan.
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Validitas Tes
Suatu tes dikatakan baik bilamana tes tersebut memiliki ciri sebagai alat ukur yang baik. Menurut Arikunto (2008) menjelaskan: Suatu tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Jadi sebuah tes itu dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Jadi jika tes tersebut adalah tes pencapaian hasil belajar maka hasil tes tersebut apabila diinterpretasikan secaraintensif, hasil yang dicapai memangvbenar menunjukkan ranah evaluasi pencapaian hasil belajar. Validitas tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris.
Menurut Slameto (1988) mengatakan bahwa : ”Suatu tes dikatakan valid bila tes tersebut benar-benar cocok mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur”. Untuk mengetahui kualitas validitasnya dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
(1) Dari segi penyusunannya telah dipertimbangkan secara rasional atau logis bahwa tes tersebut akan mengukur apa yang dimaksud akan diukur.
(2) Validitas tes juga dapat dicapai dengan jalan membandingkan hasil pengukuran dari tes-tes yang lain, baik yang berasal dari guru lain ataupun dengan tes yang sudah diketahui valid.
Oleh karena itu, untuk membuat tes yang valid, maka rancangan tes akhir dibuat sesuai dengan garis-garis besar program pembelajaran fisika dan diperiksa oleh guru fisika.
b. Indeks Kesukaran Tes (D)
Menurut Slameto (1988) mengatakan bahwa : indeks kesukaran adalah angka yang menunjukkan proporsi siswa yang menjawab betul suatu soal”. untuk mengetahui indeks kesukaran suatu soal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
...................................................................................(1)


Keterangan:
D = Indeks kesukaran tiap soal
Ru = Jumlah jawaban yang betul dari nomor yang bersangkutan dari kelompok atas
Rl = Jumlah jawaban yang betul dari nomor yang bersangkutan dari kelompok bawah
Nu = Jumlah siswa yang termasuk 27%-33,3% kelompok atas
Nl = Jumlah siswa yang termasuk 27%-33,3% kelompok bawah

Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal
No Indeks kesukaran Klasifikasi
1 0,00 - 0,30 Sukar
2 0,31 - 0,70 Sedang
3 0,71 - 1,00 Mudah
(Sumber: Arikunto, 2008 : 210)

c. Indeks Beda (V)
Indeks beda yaitu angka yang menunjukkan apakah suatu soal tes dapat membedakan siswa yang pandai dan yang kurang pandai. V dikatakan baik jika besarnya 0,40, jika didapat negatif berarti soal itu sangat jelek atau pengajarannya salah atau mungkin kunci jawabannya yang keliru ( Slameto, 1998).
Prosedur untuk mencari V sama seperti mencari D hanya rumus yang dipakai adalah ..........................................................(2)




Dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal
No Indeks Daya Beda Klasifikasi
1. Minus Tidak baik
2. 0,00 – 0,20 Jelek
3. 0,21 – 0,40 Cukup
4. 0,41 – 0,70 Baik
5. 0,71 – 1,00 Baik sekali
(Sumber: Arikunto, 2008: 218)
Indeks daya beda yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari 0,21 sampai dengan 1,00 dengan kategori cukup, baik dan baik sekali. Jika soal yang diujikan tidak memenuhi kriteria di atas maka dilakukan revisi terhadap soal-soal yang dipakai untuk tes akhir.
b. Reliabilitas Tes
Tinggi rendahnya validitas menunjukkan tinggi rendahnya reliabilitas tes. Arikunto (2008) mengatakan bahwa:"suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap". dengan demikian reliabilitas berhubungan dengan ketetapan hasil tes. Untuk menentukan indeks reliabilitas tes dipakai rumus kuder-Richardson (K-R 21)yang dikemukankan oleh Arikunto (2008):
.....................................................(3)
Keterangan:
r11 = Reliabilitasa secara keseluruhan
n = Jumlah butir soal
M = Rata-rata skor tes
N = Jumlah pengikut tes
S2 = Variansi total

Dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal
No Indeks Reliabilitas Klasifikasi
1. 0,00 – 0,20 Sangat rendah
2. 0,21 – 0,40 Rendah
3. 0,41 – 0,60 Sedang
4. 0,61 – 0,80 Tinggi
5. 0,81 – 1,00 Sangat Tinggi
(Sumber: Slameto, 1988:215)
Menurut Slameto (1988) Untuk mengetahui tingkat reliabilitas dapat menggunakan daftar berikut:

1) Reliabilitas sangat tinggi, jika
2) Reliabilitas tinggi, jika
3) Reliabilitas sedang, jika
4) Reliabilitas rendah, jika
5) Reliabilitas sangat rendah, jika
2. Lembar Observasi
Penelitian hasil belajar aspek afektif dilakukan menggunakan lembar observasi. Observasi adalah alat yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa dalam ranah afektif yang telah direncanakan dan disusun secara sistematis. Jenis observasi yang dilaksanakan yaitu observasi partisipasif atau pengamatan terlibat. Observer juga ikut terlibat dalam penelitian. Dalam penelitian ini lembaran observasi merupakan alat penilaian aspek afektif yaitu digunakan untuk mengetahui sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam penyusunan lembar observasi dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Menentukan indikator-indikator yang akan diamati selama pembelajaran berlangsung. Indikator-indikator tersebut berdasarkan pendapat David R Krathwohl dalam Maitalataf (2008) meliputi :
a. Sikap mau menerima dengan indikator menghadiri, mau mendengarkan dan tidak mau mengganggu.
b. Siksp mau menanggapi dengan indikator mau memberikan pendapat, ikut mengusulkan, dan mau menjawab
c. Sikap mau menghargai dengan indikator menunjukkan adanya perhatian yang mendalam, mempelajari dengan sungguh-sungguh dan mau bekerja sama.
d. Sikap mau melibatkan diri dalam sistem dengan indikator mau melibatkan diri secara efektif dalam kelompok, mau menerima tanggungjawab dan mau mengorbankan waktu, tenaga, pikiran untuk sesuatu yang diyakini.
2) Merancang lembar observasi yang akan digunakan. Berdasarkan indikator-indikator di atas maka dapat disusun format lembaran observasinya.
Tabel 3.7 Contoh Format Lembar Observasi.
No

Nama Siswa Aspek Yang Dinilai Jumlah Skor Nilai
Mau Menerima Mau Menanggap Mau Menghargai Melibatkan Diri Dalam Sistem
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3



(Depdiknas)
Untuk memberikan skor afektif siswa dapat diklasifikasikan dengan deskriptor yang terlihat. Melalui cara mencontreng setiap indikator yang muncul pada masing-masing aspek yang dinilai.
Keterangan :
Mau menerima dengan indikator :
1. Mau menghadiri
2. Mau mendengarkan
3. Tidak mau mengganggu
Mau menanggapi dengan indikator :
1. Mau memberikan pendapat
2. Ikut mengusulkan
3. Mau menjawab pertanyaan
Mau menghargai dengan indikator :
1) Menunjukkan adanya perhatian yang mendalam
2) Mempelajari dengan sungguh-sungguh
3) Mau bekerja sama
Mau melibatkan diri dalam sistem dengan indikator :
1) Mau melibatkan diri secara efektitif dalam kelompok
2) Mau menerima tanggung jawab
3) Mau mengorbankan waktu, tenaga, pikiran untuk sesuatu yang diyakini.
Tabel 3.8 Klasifikasi Deskriptor
Deskriptor yang tampak Skor
Tidak ada deskriptor yang tampak 1
Satu deskriptor yang tampak 2
Dua deskriptor yang tampak 3
Tiga deskriptor yang tampak 4

Menurut Purwanto dalam Maitalataf (2009) nilai dapat ditentukan menggunakan rumus :
NAS = ......................................................................(4)
Keterangan : NAS = Nilai Afektif Siswa
R = Skor siswa
SM = skor maksimum ideal
Skor maksimum afektif pada penelitian ini adalah 16, karena ada 4 aspek yang akan dinilai masing-masing aspek nilai maksimumnya 4.
3) Menentukan Pedoman Skor
Sistem penskoran digunakan tergantung pada skala pengukuran. Sudrajat (2008 : 13) menjelaskan skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas yaitu dengan mencari rata-rata dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran. Salah satu penilaian yang sederhana yang dilakukan dengan memberikan cek. Skala penilaian terhadap hasil perbandingan dari suatu karakteristik dengan karakteristik lainnya, angka yang tinggi menunjukkan karakteristik yang tinggi dan angka yang rendah menunjukkan karakteristik yang rendah. Perhitungan yang diberikan adalah:
Tabel 3.9 Tabel Penilaian Afektif
Bentuk Kualitatif Rentangan Keterangan
Sangat baik 81-100 A
Baik 61-79 B
Cukup 41-60 C
Kurang 21-40 D
Sangat Kurang 0-20 E
(Sudrajat 2008 : 16)
4) Pelaksanaan pengukuran
Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruangan untuk mengisi instrumen harus memiliki penerangan yang cukup dan sirkulasi yang baik. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis terhadap data penelitian dilakukan bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis induktif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menentukan rata-rata dan simpangan baku kedua kelas sampel dan analisis induktif dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan dua kelas sampel, ini dilakukan dengan uji t. untuk melakukan uji t harus dipenuhi dua syarat yaitu: sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan kedua kelas memiliki dan mempunyai varians yang homogen. Oleh sebab itu terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data sampel berdistribusi normal atau tidak. Jika digambarkan dalam suatu kurva maka kurvanya berbentuk lonceng. menurut Walpole (1988) sifat-sifat kurva normal adalah :
a. Modusnya, yaitu titik pada sumbu mendatar yang membuat fungsi mencapai maksimum, terjadi pada
b. Kurvanya setangkup terhadap suatu garis tegak yang melalui nilai tengah
c. Kurva ini mendekati sumbu mendatar secara asimtotik dalam kedua arah bila kita semakin menjauhi nilai tengahnya
Luas daerah yang terletak di bawah kurva tetapi di atas sumbu mendatar sama dengan 1.
Digunakan uji Lilieford dengan menggunakan langkah sebagai berikut Sudjana (2005: 466) :
Data X1, X2, X3, …, Xn yang diperoleh dari data yang terkecil hingga yang terbesar.
Data X1, X2, X3, …, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, …, Z dengan rumus:
Zi = .........................................................................................(5)
Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian di hitung peluang F (zi ) = P(z zi)
Hitung proporsi z1, z2,....zn yang lebih kecil atau sama dengan zi, jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi), maka S(zi) =


Hitung selisih F(zi)-S(zi) kemudian tentukan harga mutlak
Keterangan:
F(zi) = Nilai F yang diperoleh melalui daftar disteribusi normal
S(zi) = Nilai S yang diperoleh sesuai rumus di atas
Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut. Sebut harga terbesar ini L0, dengan taraf nyata . Maka jika
L0 < Ltabel, data normal dan begitu sebaliknya.
Keterangan:
Xi = Skor yang diperoleh siswa ke-1
= Skor rata-rata
S = Simpangan baku
L0 = Nilai mutlak terbesar pada hasil perhitungan F(zi)-S(zi)
= Daerah Interval
2. Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas variansi dilakukan dengan menggunakan uji F. Uji F ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas mempunyai variansi yang homogen atau tidak, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
• Mencari varians masing-masing data, kemudian dihitung harga F dengan menggunakan rumus:
……………………………………….(6)
Keterangan :
F = varians kelompok data
S1= varians terbesar
S2= varians terkecil

Setelah harga Fhitung sudah diperoleh, bandingkan harga Fhitung tersebut dengan harga Ftabel. Jika Fhitung < Ftabel maka kedua kelompok data mempunyai varians yang homogen dan demikian sebaliknya (Sudjana, 2005:249). Setelah dilakukan langkah–langkah tersebut, terlihat bahwa sampelnya berdistribusi normal.
3. Uji hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah hasil belajr siswa kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe make a macth lebih baik daripada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran biasa. Untuk pengujiannya dilakukan dengan uji t dengan rumus yang dikemukan oleh sudjana (2005) yaitu:
a. Jika data berdistribusi normal dan homogen atau dan diketahui, maka digunakan rumus:
...............................................................................(7)
Jika; -z ½(1- )< z ½(1- ), H0 diterima
b. Jika data normal dan homogen atau tetapi tidak diketahui, maka digunakan rumus:
................................................................................(8)
...........................................................(9)
dimana:
Nilai rata-ratakelompok eksperimen
Nilai rata-rata kelompok kontrol
Simpangan baku kelas eksperimen
Simpangan baku kelas kontrol
Banyak siswa kelas eksperimen
Banyak siswa kelas kontrol
Pengambilan Keputusan H0 terima jika –t1-1/2 < t < t1-1/2 , dimana t1-1/2 didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n1+n2-2) dan peluang (1-!/2 ).
c. Jika data berdistribisi normal tetapi tidak homogen, atau dan kedua-duanya tidak diketahui,maka digunakan rumus:
........................................................................(10)
kriteria pengujian adalah: terima H0 jika




Dengan;

d. Jika data tidak terdistribusi normal dan kedua kelompok data tidak mempunyai varians yang homogen, maka digunakan uji whitney atau uji u :
Ho ; μ1 = μ2
Ho ; μ1 ≠ μ2
U untuk sampel pertama:
...............................(11)
U untuk sampel kedua:
..................................(12)
Dari kedua nilai U tersebut yang digunakan ialah nilai U yang kecil, karena sampel lebih dari 20, maka digunakan pendekatan kurva normal dengan mean:
..............................................................(13)
Standar deviasi dalam bentuk:
....................................(14)
Nilai standar dihitung dengan:
..........................................................(15)
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
Ho diterima apabila , selain itu Ho ditolak
dimana :
N1 : Jumlah siswa kelas eksperimen
N2 : Jumlah siswa kelas kontrol
R : Jumlah jenjang
Z : Nilai standar
: Standar deviasi.













DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. (2006) Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta, dalam Httpidb4.wikispaces.comfileviewlr4006.2.pdf. 17 Juni 2010.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Depdiknas (2003). Pedoman Umum Pengembangan Silabus dan Penilaian Direktorat Jendral Pendidikan Menengah Umum. Ditjeb Dikdasmen Depdiknas.

Ibrahim, Muslimin dkk. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : UNESA-University Press.

Lie, Anita. 2002. Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : Gramedia.

Maitalataf. 2009. Pengaruh Penerapan Strategi Belajar Aktif tipe Index Card Matgh (ICM) terhadap hasil Beladar Fisika Siswa SMAN 13 Padang.

Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sagala, Syaiful (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alpabeta.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana.

Sardiman. 2007. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Slameto. 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Slavin, E. Robert. 2008. Cooperative Learning (Terjemahan). Bandung : Nusamedia.

Sudjana, Nana. (2005). Metode Satatistik. Bandung: Transito.

Sudrajat, Ahmad. 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif. www.Ahmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/penilaian afektif.pdf.